gambar diambil dari google
Ada fenomena menarik yang terjadi malam ini, 23 Mei 2013, tepat
sehari sebelum pengumuman hasil UNAS SMA dan setaranya. Saya yang setiap
hari online di facebook, secara tiba-tiba saja disapa oleh begitu
banyak teman sekolah malam ini. Mereka yang biasanya jarang sekali
muncul di daftar obrolan, sekarang muncul bersamaan.
Semua menanyakan hal yang sama. Rata-rata: “Sudah ada kabar?”, “Ada info
apa soal penggumuman?”, “Aduh deg-degan.”, “Liat di website apa ya
hasilnya?”. Semua harap-harap cemas menanti hasil kerja keras belajar,
olahraga mata, dan doa selama ini. Hingga dini hari (ah, rupanya
sekarang sudah tanggal 24) mereka masih juga terus bermunculan. Mungkin
juga sulit tidur karena terlalu tegang.
Salah seorang teman saya berkata bahwa kepala sekolah kami telah
memasang status BBM yang terkesan cukup melegakan, bunyinya kira-kira
“Alangkah baiknya Tuhan yang mahabaik.”. Langsung saja kami menduga
bahwa seluruh siswa sekolah kami lulus 100%. Ketika saya mencoba
mengonfirmasi, saya mendengar jawaban yang luar biasa, “Apapun hasilnya,
Tuhan tetap mahabaik bukan? Bagaimanapun, segalanya patut disyukuri.”.
Saya tak tahu apakah sekolah telah menerima hasil atau belum, dan
teman-teman saya masih banyak yang tenggelam dalam kecemasan dan
kepanikannya masing-masing. Namun entah mengapa, jawaban kepala sekolah
yang semacam itu membuka mata saya. Saya tak lagi merasa cemas akan
hasilnya. Apapun itu, saya merasa siap.
Saya telah berjuang keras untuk UNAS kemarin, dan saya tahu kemampuan
saya. Hasil dan nilai UNAS yang bagaimanapun tidak akan mempengaruhi
nilai saya sebagai manusia. Saya menjadi sadar bahwa kelulusan hanyalah
sebuah pintu masuk ke tahap hidup yang selanjutnya. Tapi bukan itu
tujuan utamanya. Saya tak lagi merasa perlu menjadi terlalu cemas
karenanya. Saya telah mendapat ilmu yang saya butuhkan selama masa
belajar, dan jika saya lulus, moga-moga dengan nilai yang bagus, itu
hanyalah bonus semata dari Tuhan yang memang mahabaik.
Saya teringat akan tantangan salah seorang teman yang nyata-nyata
berbuat curang “Ayo, tinggi-tinggian nilai UNAS, Dith.”. Saya ingat
sekali, pagi itu ia begitu percaya diri dengan ’secarik senjata ampuh’
di balik retsleting celananya. Ia begitu yakin, senjata yang telah rapi
ia persiapkan dan sembunyikan akan menolongnya. Dengan enteng saya
menerima tantangannya. Dan saya sama sekali tidak khawatir. Bukan
berarti saya pasti menang, mungkin sekali senjatanya kebetulan pas dan
ia meraih nilai gemilang jauh di atas saya, namun toh kalau hal itu
terjadi, hal itu sama sekali tak akan mengurangi penghargaan terhadap
diri saya sendiri.
Saya cukup prihatin dengan adanya siswa-siswi yang tak jujur selama
UNAS. Bukankah kecurangan saat pengerjaan ujian merupakan tanda
ketiadaan penghargaan atas diri sendiri? Ketiadaan kepercayaan diri dan
pelecehan terhadap anugerah akal budi yang telah Tuhan berikan. Mungkin
sekali mereka akan lulus, akan senang, dan akan lega, lantas? Nilai
tinggi dengan otak yang kosong rasa-rasanya juga tak akan ada gunanya.
Saya memilih memperkaya intelektualitas dan pengetahuan saya, serta
berusaha untung tidak menulikan diri terhadap suara hati nurani. Diri
saya lebih berharga dari sekadar angka-angka di atas kertas. Saya lebih
membutuhkan bekal yang telah sedikit demi sedikit saya kumpulkan selama 3
tahun di SMA untuk kehidupan saya selanjutnya, daripada sekadar coretan
nilai berupa angka yang entah akan dilihat oleh siapa.
Apapun hasil besok, saya siap. Tuhan mahaadil, mahabaik, dan
mahapenyayang. Saya telah berusaha keras dan hasil besok akan tetap
terasa manis, selama itu saya peroleh dari jerih payah dan keringat saya
sendiri. Sudah tentu akan ada siswa-siswi dimana pun itu yang tidak
lulus (semoga saja bukan saya), namun tetap, tak ada alasan untuk
menjadi marah kepada siapapun. Kita hanya akan memetik hasil dari apa
yang telah kita tanam dan usahakan.
Saya berharap tulisan ini dapat membuka pikiran Anda, bahwa diri Anda
berharga. Lebih berharga dari nilai, uang, harta, dan benda. Kenapa?
Anda berharga karena Tuhan yang mahabaik telah mau repot-repot
menciptakan Anda, padahal sudah begitu banyak manusia di dunia.
Sumber : http://edukasi.kompasiana.com/2013/05/24/detik-detik-menjelang-pengumuman-unas-sma-2013-sebuah-perenungan-singkat-562788.html