Strategi 1: Bandingkan penghasilan yang kelak akan didapat dengan biaya yang mesti dikeluarkan sekarang
Kalau Anda perhatikan, sebetulnya Anda tidak harus selalu menyekolahkan anak Anda ke perguruan tinggi yang mahal. Sebagai contoh adalah bila anak Anda ingin menjadi seorang antropolog.
Antropolog adalah profesi yang luar biasa dan saya memberikan respek penuh kepada profesi ini. Tapi harus diakui, pada kenyataannya profesi antropolog di Indonesia tidak akan mendapatkan penghasilan yang bisa dikatakan besar. Karena itu, daripada menyekolah-kan anak Anda ke jurusan antropologi di universitas yang mahal, kenapa Anda tidak mempertimbangkan jurusan antropologi di perguruan tinggi yang lebih murah biayanya? Toh itu tidak akan mempengaruhi income anak Anda kelak, kan?
Berkaitan dengan strategi 1 ini ada beberapa hal yang sebaiknya Anda ketahui:
* Kebanyakan perusahaan tidak peduli di mana Anda sekolah. Buat mereka, sudah cukup bila Anda memiliki gelar tertentu seperti S1, misalnya. Ini karena mereka sebetulnya lebih melihat bagaimana pengalaman Anda dan bagaimana kemampuan Anda dalam menjalankan pekerjaan Anda.
Kalau Anda tidak percaya, coba Anda tanyakan hal ini ke bagian SDM di perusahaan Anda, orang macam apa yang akan mereka terima sebagai karyawan baru: mereka yang kuliah di sekolah mahal dan bergengsi tapi kemampuan pas-pasan, atau mereka yang lulusan sekolah tidak terkenal tapi keterampilannya oke.
* Banyak sekali lulusan universitas yang pada akhirnya bekerja di bidang yang jauh berbeda dengan bidang yang mereka tempuh dulu ketika kuliah. Coba ingat-ingat lagi bidang pekerjaan macam apa yang dijalani teman kuliah Anda dulu. Atau lihat teman-teman kerja Anda pada saat ini, apakah semua dari mereka kuliah di bidang yang sama dengan pekerjaan mereka saat ini.
* Banyak sekali lulusan universitas yang sulit dapat kerja, atau hanya bekerja beberapa tahun saja dan kembali ke rumah untuk membesarkan anak. Malahan banyak di antara mereka yang tidak pernah lagi bekerja. Atau, ada juga yang baru kembali bekerja setelah 10 atau 20 tahun berada di rumah (kebanyakan dari mereka ada yang kembali ke sekolah untuk menyegarkan ingatan mereka kembali sebelum mereka kembali masuk ke dunia kerja).
Strategi 2: Cari sekolah S1 yang lebih murah kalau anak Anda ingin terus ke jenjang S2.
Bila anak Anda berencana untuk memasuki bidang pekerjaan yang mensyaratkan gelar S2, akan lebih baik bila Anda mencari sekolah S1 yang tidak mahal. Ini karena sekolah S2 sendiri pada saat ini sudah cukup tinggi biayanya, dan untuk bisa masuk ke sekolah S2, kebanyakan dari sekolah-sekolah S2 itu tidak mensyaratkan agar anak Anda harus lebih dulu masuk ke sekolah S1 yang mahal. Jadi, kenapa Anda harus mencari sekolah S1 yang mahal kalau dengan sekolah S1 yang berbiaya lebih murah anak Anda punya kesempatan yang sama dengan anak-anak lain untuk masuk ke Sekolah S2?
Strategi 3: Beritahu anggaran biaya Anda pada anak Anda - atau kalau perlu libatkan saja dia sekalian.
Anak Anda mungkin mengatakan: "Saya mau sekolah di universitas itu atau ini." Dia tidak mengetahui biayanya sama sekali, dan Anda-lah yang harus mencari tahu berapa biayanya. Dan bila biaya sekolah itu cukup mahal, Anda jadi berpikir-pikir bagaimana caranya agar bisa membayar biayanya. Daripada melakukan hal itu, coba Anda pertimbangkan cara berikut:
Tentukan sendiri berapa batas rupiah yang ingin Anda keluarkan untuk membayar biaya kuliah anak Anda. Lalu, tunjukkan angka ini ke anak Anda dan katakan bahwa ia harus memilih sekolah yang biayanya tidak lebih dari angka yang Anda tunjukkan.
Atau, minta agar anak Anda yang mengajukan sekolah-sekolah yang sesuai dengan keinginannya, lengkap dengan biayanya serta cara pembayarannya. Ini akan membuatnya mencari tahu sendiri biaya-biaya itu dengan datang langsung ke sekolah yang ia inginkan. Dengan demikian, secara tidak langsung anak Anda akan mengetahui dan bisa "merasakan" apakah biaya kuliah di tempat yang ia inginkan itu memang mahal atau tidak.
Terserah Anda mau percaya atau tidak, tetapi dengan cara seperti ini, anak Anda mungkin akan mau mengusulkan sekolah yang lebih murah dibanding sekolah lain yang lebih mahal dengan bidang kuliah yang sama. Bila ia tidak mengusulkannya, mungkin Anda yang harus melakukannya.
Pada saat ini, biaya kuliah di universitas swasta yang cukup ternama di Indonesia adalah Rp 60 juta hingga lulus. Setelah lima tahun kuliah dan lulus, maka si sarjana baru akan bekerja dan mendapatkan gaji sebesar, katakan saja Rp 1 juta per bulan.
Dengan asumsi bahwa gaji itu akan naik 15 persen per tahun, maka sarjana itu cuma perlu waktu 4 tahun 1 bulan untuk bisa mendapatkan kembali Rp 60 jutanya. Tentunya dengan asumsi bahwa semua gajinya tidak dibelanjakan.
Bagaimana kalau hanya 80 persen yang dibelanjakan? Ini berarti ada 20 persen dari penghasilan itu yang disisihkan untuk bisa mengembalikan Rp 60 juta tadi. Jika demikian, seberapa lama si sarjana itu bisa mengumpulkan kembali biaya kuliahnya yang Rp 60 juta? Jawabannya: 11 tahun 1 bulan.
Sekarang, bagaimana kalau si sarjana itu bekerja di bidang yang tidak ada hubungannya dengan bidang kuliahnya? Maka Rp 60 juta yang sudah dikeluarkan orang tuanya bisa dikatakan hampir sia-sia. Karena itu, akan lebih baik apabila sejak awal si sarjana kuliah di tempat yang lebih murah. Toh, bidang pekerjaannya berbeda dengan bidang kuliahnya, kan? Jadi buat apa mengambil kuliah di tempat yang mahal biayanya kalau toh bidang pekerjaannya nanti tak berkaitan dengan bidang kuliah?
sumber : http://www.perencanakeuangan.com/files/BiayaKuliah.html edited by one
0 komentar:
Posting Komentar